Pada musim semi lalu, Kendrick Lamar dan Drake menghabiskan beberapa minggu saling menebar diss yang kian memanas. Mereka menyentil soal bakat, keluarga, bahkan ras, sebuah eskalasi konflik yang akhirnya memuncak saat Lamar merilis “Not Like Us.” Dari perilisan sederhana di YouTube, lagu ini melejit menjadi nomor satu di Billboard, menjadi single nomor satu pertama Lamar sejak “Humble” (2017). Seorang peneliti hip-hop bernama Frederick Paige menilai bahwa “Not Like Us” adalah lagu diss yang justru berakhir menjadi semacam ‘anthemyang menggema di berbagai kalangan, bukan hanya fans Lamar.” Paige juga menyoroti fenomena bahwa penonton yang menyaksikan Super Bowl terkesima ketika Lamar akhirnya membawakan lagu tersebut di panggung terbesar Amerika.
Perang Lamar vs. Drake dan Bagaimana “Not Like Us” Memenangkannya
Sejak lama, dua rapper paling berpengaruh di Amerika ini saling menyindir. Mereka sempat berkolaborasi di awal karier, tetapi beberapa tahun terakhir, lemparan lirik ‘menyamar’ jadi umum, membuat para penggemar berspekulasi tentang siapa yang disindir. Setelah J.Cole menyebut Drake, Lamar, dan dirinya sebagai “the big three,” Lamar justru mengklaim hanya dirinya yang layak jadi “big me” dalam lagu “Like That” bersama Future dan Metro Boomin. Drake pun menanggapi lewat “Push Ups,” mengolok-olok kolaborasi Lamar dengan artis pop seperti Maroon 5 dan Taylor Swift. Lamar lalu merilis “Euphoria” yang lebih brutal, menyinggung isu ras Drake dan berbagai sisi personal lainnya.
Semakin memanas, keduanya terus menambah serangan, hingga Lamar merilis “Not Like Us.” Liriknya menuduh Drake memiliki kecenderungan tidak pantas terhadap gadis di bawah umur. Drake membantah keras tuduhan tersebut, bahkan menempuh jalur hukum melalui gugatan pencemaran nama baik terhadap UMG Recordings, Inc., perusahaan yang menguasai label rekaman keduanya. Bagi sebagian pengamat, tuduhan Lamar sudah “terlalu jauh,” namun di sisi lain, publik menilai Lamar menang karena “Not Like Us” melesat di tangga lagu dan disambut fans secara masif. Meski Drake merilis lagu tandingan, tampaknya tidak banyak berpengaruh. Data dari Billboard menunjukkan “Not Like Us” cepat menembus puncak tangga lagu, menandai kemenangan Lamar yang jelas.
Popularitas ‘Not Like Us’ yang Meledak
Hanya butuh beberapa jam bagi “Not Like Us” untuk merajai platform digital dan radio. Sejak dirilis, lagu ini telah ditonton hampir 200 juta kali di YouTube, viral di TikTok, serta mendominasi radio konvensional. Tak sampai dua pekan, “Not Like Us” bertengger di puncak Billboard Hot 100. Lamar bahkan menampilkan lagu tersebut lima kali di konser kejutan Juneteenth, disambut penggemar yang fasih melafalkan tiap baris lirik. Dalam wawancara, seorang DJ bernama Craig Arthur mengungkapkan bahwa bagian reff “they not like us” yang repetitif menjadi “earworm” kuat. Kendati isi liriknya penuh serangan, musiknya terdengar seperti “lagu pesta” yang membuat pendengar tak henti bergoyang.
Dampak Sosial & Penghargaan Grammy
Meski menyorot sisi kontroversial, “Not Like Us” justru menyabet lima Grammy, termasuk Song of the Year. Ini langkah mengejutkan, sebab Grammy umumnya tak suka lagu diss. Namun, pengaruhnya begitu besar: data streaming mencapai miliaran, tangga lagu tak lepas dari kehadirannya, dan para artis lain pun mengakui kedahsyatannya. Lamar sendiri sebelumnya telah mengantongi 22 Grammy, bahkan menjadi rapper pertama yang meraih Pulitzer Prize for music untuk album “DAMN.” Menurut Paige, penerimaan positif lagu ini sebagian karena Lamar sudah dikenal sebagai salah satu “emcee paling dihormati di industri,” sehingga walau lagunya penuh sindiran, keunggulan artistiknya sulit dibantah.
Baca juga:
Latar Belakang ‘Not Like Us’ di Super Bowl
Super Bowl Halftime Show menampilkan Lamar dengan set yang megah, namun lagu ini sempat diragukan akan dibawakan karena Drake menggugat UMG atas dugaan kampanye promosi “Not Like Us” yang mencemarkan nama baiknya. Banyak yang berspekulasi apakah Lamar akan berani memasukkan lirik-lirik paling sensitif. Ternyata, Lamar menyertakan penggalan kalimat ikonik seperti “Tryna strike a chord, but it’s probably A minor.” Sebelum membawakan lagu itu, Lamar sempat menggoda penonton, bertanya apakah mereka benar-benar ingin mendengar “lagu favorit” mereka. Data NFL menunjukkan 133,5 juta penonton menyaksikan Halftime Show, menjadikan penampilan Lamar salah satu yang paling banyak ditonton sepanjang sejarah. Bagi penggemar, ini simbol bahwa Lamar tak gentar pada kontroversi hukum atau tanggapan publik.
Mengapa Signifikan untuk Komunitas Hip-Hop
Kendrick Lamar dikenal dengan tema lagu yang membahas isu sosial, mulai dari kehidupan di Compton hingga rasialisme dan kebrutalan polisi. Muncul di panggung Super Bowl, acara paling mainstream di Amerika, mengindikasikan penerimaan arus utama terhadap musisi rap dengan pesan politis kuat. Paige berpendapat bahwa transisi lagu-lagu Lamar dari klub, radio, hingga panggung Super Bowl menandakan “penerimaan budaya hip-hop di jantung masyarakat Amerika.” Bagi Lamar, Super Bowl adalah ajang unjuk gigi di tengah khalayak luas yang mungkin belum akrab dengan lirik-lirik kritisnya.
Bersinggungan dengan Karier Drake
Drake sendiri, meski sempat diserang oleh Lamar, merupakan rapper pop yang sangat populer. Sebelum “Not Like Us,” banyak yang menganggap Drake unggul secara komersial. Lirik-lirik Lamar menyoroti sisi “kurang autentik” Drake, terutama soal latar belakang ras dan komunitas. Lamar menegaskan identitas Compton, sedangkan Drake lebih dikenal mengusung gaya hip-hop pop-friendly, berkolaborasi dengan bintang pop seperti The Weeknd dan Maroon 5. Paige menilai bahwa Lamar sengaja menarget Drake untuk memperluas basis pendengar dan menunjukkan “karya seni sejati lebih unggul ketimbang trik komersial.” Lamar seolah menyatakan bahwa musik rap yang otentik dan keras bisa menang di era dominasi pop rap. Menurut catatan industri, “Not Like Us” semakin menegaskan reputasi Lamar sebagai rapper serius dengan skill lirik menakjubkan.
Sisi Legal dan Gugatan Drake
Drake bersikeras menuduh UMG memfasilitasi penyebaran lagu yang memfitnahnya. UMG sendiri tidak mengomentari secara detail, meski beberapa sumber menyebut bahwa mereka hanya mempromosikan salah satu artis terbesarnya. Lamar tak disebut sebagai tergugat, namun nama baiknya terseret di media. Meski begitu, reaksi publik lebih memihak Lamar, menilai bahwa lirik itu hanyalah bagian dari “perang rap” yang kerap terjadi di kancah hip-hop. Bagi banyak fans, ini menambah bumbu persaingan, sementara para pengamat hukum mencatat bagaimana perselisihan personal berlanjut menjadi gugatan korporat.
‘Not Like Us’ dan Masa Depan Karier Lamar
Dalam beberapa forum diskusi musik, penggemar memandang “Not Like Us” sebagai penegasan Lamar atas statusnya di industri. Ia bukan hanya merilis lagu-lagu kritis seperti “Alright” atau album berkonsep tinggi seperti “To Pimp a Butterfly,” tetapi juga mampu mengeluarkan diss track yang memuncaki tangga lagu. Seorang DJ bernama Craig Arthur dari Virginia Tech menilai bahwa lagu ini berhasil “memasukkan racikan party ke dalam diss,” sehingga masyarakat awam pun bisa menikmatinya tanpa merasa terbebani oleh isi lirik yang keras. Lamar seolah menunjukkan bahwa di tangan musisi yang tepat, lagu diss bisa menjadi hits komersial.
Beberapa kritikus memuji keberanian Lamar, menyebut bahwa langkah ini menunjukkan konsistensi “tanpa kompromi.” Seorang fans bernama Dimas di media sosial menulis, “Mungkin Lamar tak butuh persetujuan siapa pun, dia tetap menari di atas panggung Super Bowl membawakan lagu yang menyindir salah satu rapper paling populer di dunia.” Data streaming pun memperkuat hal ini: “Not Like Us” melesat di berbagai platform, mencetak rekor miliaran kali pemutaran hanya dalam hitungan bulan.***
Bagi Anda yang ingin terus mengikuti perkembangan musik rap, R&B dan hiphop konflik di balik panggung industri, serta cerita di balik aksi panggung spektakuler seperti Super Bowl, baca terus artikel menarik lainnya di Metavora.co. Kami menghadirkan ulasan mendalam seputar dunia hiburan, tren musik terkini, hingga strategi pemasaran artis yang semakin kompleks. Pelajari lebih lanjut bagaimana musik bisa menjadi ajang pertempuran ego, ekspresi budaya, dan wadah inovasi kreatif yang selalu berubah dari waktu ke waktu.