Realitas musik Indonesia kian semarak dengan hadirnya grup band yang menawarkan konsep segar. Salah satu yang kini ramai dibicarakan adalah Reality Club, band indie rock asal Jakarta yang sejak awal kemunculannya mencuri perhatian khalayak berkat paduan musik unik dan penampilan karismatik.
Mereka muncul sebagai jawaban atas kebutuhan penikmat musik lokal yang haus akan karya berbeda—tak sekadar meniru tren global, melainkan meracik identitas khas sendiri.
Sejarah terbentuknya Reality Club bermula sekitar tahun 2016. Grup ini lahir dari gagasan beberapa musisi muda yang ingin membawakan musik rock dengan sentuhan pop dan nuansa eksperimental. Nama-nama personel yang bergabung pun cukup variatif dalam latar belakang. Salah satu sosok yang sering disorot adalah Fathia Izzati (kerap disapa Chia), penyanyi sekaligus figur publik yang aktif di dunia digital. Selain Chia, ada pula Nugi Wicaksono (gitar), Fikri Faturrahman (bass), Era Patigo (drum), dan Izan Raditya (gitar/keyboard). Formasi ini membentuk pondasi Reality Club yang dikenal publik saat ini. Meski masih relatif muda, para anggotanya telah kenyang pengalaman bermusik, baik dari band sebelumnya maupun kolaborasi lintas komunitas.
Konsep musik Reality Club dapat dikatakan sebagai perpaduan indie rock yang diperkaya nuansa pop, jazz, hingga elemen teaterikal. Dalam beberapa lagu, terasa pengaruh rock era 2000-an yang dipadu vokal lembut khas Chia, menjadikan karakter mereka menonjol di tengah hiruk-pikuk industri musik. Lirik-lirik yang mereka sajikan kerap berbahasa Inggris, memudahkan lagu-lagu Reality Club diterima di ranah internasional. Tidak heran, nama band ini sempat mencuat ke kancah luar negeri, mengundang pujian dari penikmat musik di berbagai negara.
Bicara diskografi, Reality Club terbilang produktif. Mereka merilis album perdana “Never Get Better” pada tahun 2017. Album ini menjadi gebrakan awal yang mengenalkan warna musik Reality Club: paduan riff gitar yang catchy, vokal wanita dan pria yang saling melengkapi, serta tata musik yang diracik secara detail. Lagu-lagu seperti “Is It The Answer?” dan “Elastic Hearts” menegaskan identitas mereka yang tak segan memadukan distorsi rock dengan melodi pop. Respons publik cukup hangat, terbukti dari semakin seringnya Reality Club diundang manggung di panggung-panggung festival indie, kafe, hingga acara kampus.
Melanjutkan keberhasilan debut, Reality Club merilis album kedua “What Do You Really Know?” pada tahun 2019. Proses kreatif album ini menggambarkan pendewasaan band dalam hal aransemen dan lirik. Mereka mengusung tema yang lebih beragam, mulai dari keresahan generasi muda, romansa, hingga pencarian jati diri. Secara musik, album ini menampilkan eksplorasi yang lebih luas—terdengar pengaruh orkestra mini, penambahan synthesizer, dan permainan vokal yang lebih dinamis. Sejumlah single pun berhasil mencuri perhatian pendengar, tak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri, berkat strategi promosi di platform digital.
Berbicara tentang di mana mereka tampil, Reality Club kerap berkeliling di berbagai kota di Indonesia, bahkan pernah mendapat undangan tampil di acara internasional. Grup yang berada dalam naungan agensi Dominion Records ini memulai karier internasional pada 2019. Mereka tampil di Tokyo dan Singapura. Bahkan Reality Club sempat menolak untuk tampil di ajang South by Southwest Music Festival atau SXSW Music Festival di Austin, Texas, Amerika Serikat, yang dijadwalkan pada Kamis, 14 Maret 2024. Alasan band ini menyatakan batal untuk tampil di festival musik tersebut sebagai dukungan terhadap Palestina dikarenakan SXSW diduga adanya keterlibatan SXSW dengan produksi dan pemasokan senjata yang digunakan dalam penyerangan Israel terhadap warga Palestina. Tak hanya itu mereka telah melakukan tur perdana bertajuk North America Tour di Amerika Serikat dan Kanada dimana mereka tampil di sembilan kota. Dimulai tur dari Seattle pada 3 Maret 2024. Setelah itu berlanjut menyusuri pesisir barat Sacramento, San Francisco, Los Angeles, Dallas, Austin, Chicago, Toronto, dan ditutup di Brooklyn pada 22 Maret 2024.
Jika ditanya “kenapa” band ini begitu cepat populer, jawabannya ada pada kombinasi musik unik, penampilan energik, serta persona para personel yang dekat dengan penggemar. Chia, misalnya, telah dikenal lebih dulu sebagai content creator di platform digital. Kehadiran sosok berkarisma di lini vokal membuat Reality Club mudah meraih atensi. Sementara itu, sisi musikalitas mereka juga terjaga karena setiap anggota punya andil besar dalam proses kreatif—mulai dari penulisan lirik, komposisi musik, hingga penataan panggung. Band ini pun memanfaatkan media sosial dengan efektif, rajin berinteraksi dengan fans, dan kerap merilis cuplikan behind-the-scenes yang memperlihatkan suasana hangat di balik layar.
Bagi pendengar yang penasaran, apa sebenarnya tujuan atau pesan Reality Club? Mereka tak berpretensi menyajikan “genre revolusioner,” melainkan menghadirkan karya yang tulus, menghibur, dan dekat dengan keseharian anak muda. Ada warna romantis, semangat optimisme, dan kadang sentuhan kritik sosial yang disampaikan lewat lirik. Bahan pembicaraan pun meluas ke isu-isu personal seperti perasaan galau, impian hidup, dan interaksi sosial di era digital. Dengan kata lain, Reality Club mencoba menjadi representasi suara generasi yang tumbuh di tengah dinamika global.
Siapa saja pengguna atau pendengar setia mereka? Didominasi remaja hingga dewasa muda yang menggemari musik indie. Di media sosial, fans Reality Club aktif berbagi konten fan-art, cover lagu, dan testimoni tentang betapa lagu-lagu band ini menolong mereka melewati fase sulit dalam hidup. Ini menunjukkan bahwa Reality Club tak hanya sekadar band, tetapi juga komunitas yang saling mendukung. Meski band ini belum selegendaris nama-nama besar di industri, pesona Reality Club terletak pada kejujuran ekspresi mereka.
Pada akhirnya, Reality Club bukanlah sekadar proyek musik musiman. Mereka adalah simbol generasi yang berani tampil beda dan berkreasi tanpa meninggalkan akar pop-rock. Dengan dua album—“Never Get Better” dan “What Do You Really Know?”—serta sejumlah single dan penampilan live yang memikat, band ini melangkah mantap di panggung musik Indonesia. Bagi para penggemar indie rock, kehadiran Reality Club jadi bukti bahwa ranah musik lokal tetap subur dengan bakat-bakat segar yang siap menembus batas.***
Ingin terus mendapatkan informasi seputar musik yang berkualitas? Baca terus Metavora.co
Rumor perceraian Offset dan Cardi B kini terkonfirmasi. Offset mengajukan tuntutan cerai, bahkan meminta hak asuh anak dan pembagian aset hingga setengah dari kekayaan sang rapper ternama. Apakah ini langkah wajar atau sekadar mencari keuntungan finansial? Simak drama lengkap yang sedang memanaskan jagat hip-hop.
Steve Moore, yang lebih dikenal sebagai “The Mad Drummer,” adalah sosok fenomenal di jagat musik, terutama di kalangan penggemar drum. Namanya melejit setelah sebuah video penampilannya bersama band Rick K. & The Allnighters menjadi viral di YouTube.
Konser pamungkas Ozzy Osbourne sebagai solois di konser “Back To The Beginning” bersama band Black Sabbath bakal digelar di Birmingham, tempat kelahiran band yang menjadi pionir musik heavy metal. Bagaimana detailnya, mengapa semua orang menunggu momen ini, dan apa arti perpisahan Ozzy bagi sejarah musik keras?