Malam ini Ramadan Taqobbalallahu Minna Waminkum
  • 10 Mar 2025

Puasa Ramadan ternyata bukan sekadar ritual spiritual. Menurut beragam studi ilmiah, praktik “Ramadan Diurnal Intermittent Fasting” (RDIF) menawarkan segudang manfaat bagi kesehatan—mulai dari menurunkan risiko sindrom metabolik, memperbaiki profil lemak, hingga melindungi tubuh dari stres oksidatif.

Intermittent Fasting (IF) atau puasa berselang kini kian diminati dan semakin populer, bukan hanya oleh para ilmuwan nutrisi, tetapi juga oleh masyarakat umum yang ingin menurunkan berat badan atau meningkatkan kebugaran. Menurut National Library of Medicine (PMC), IF memiliki reputasi sebagai intervensi yang aman, murah, dan efektif untuk mencegah penyakit metabolik dan penuaan (1, 2). Salah satu model IF paling luas dipraktikkan adalah Ramadan Diurnal Intermittent Fasting (RDIF)—yaitu puasa harian selama bulan Ramadan yang dijalani sekitar 1,5 miliar umat Muslim di seluruh dunia. Selama sebulan penuh, umat Muslim menahan makan dan minum sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan durasi 10–21 jam tergantung lokasi dan musim (3).

Dalam dua dekade terakhir, semakin banyak bukti ilmiah yang menyatakan bahwa RDIF mampu memberikan efek positif bagi kesehatan metabolik dan fisiologis. Bahkan, beberapa studi menegaskan potensi RDIF untuk memperbaiki profil lipid, menurunkan komplikasi sindrom metabolik, dan mengoptimalkan fungsi hati (4–10). Namun, banyak celah pengetahuan yang masih perlu digali—terutama soal pengaruh RDIF pada kelompok khusus seperti atlet, penderita diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker. Melalui artikel panjang ini, kita akan menelusuri rangkuman temuan ilmiah dari National Library of Medicine (PMC) dan berbagai riset lain terkait RDIF, termasuk ringkasan studi-studi kunci yang menyoroti aspek nutrisi, fisiologi, dan genetik.

Apa itu RDIF

Ramadan Diurnal Intermittent Fasting (RDIF) adalah puasa harian selama bulan Ramadan, di mana individu tidak mengonsumsi makanan dan minuman mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Durasi puasa bervariasi: sekitar 10 jam di wilayah dekat khatulistiwa hingga 21 jam di wilayah ekstrem (3). Setelah waktu berbuka, umat Muslim biasanya melakukan satu kali makan besar (iftar) dan kadang satu kali makan ringan menjelang fajar (sahur).

Menurut data PMC, RDIF dipraktikkan oleh sekitar 1,5 miliar orang setiap tahunnya, menjadikannya “eksperimen IF” terbesar dan paling konsisten di dunia (1, 2). Jika IF konvensional sering dipraktikkan oleh kelompok kecil atau secara sukarela, RDIF memiliki kerangka waktu yang jelas—satu bulan penuh—serta dimensi spiritual yang memperkuat motivasi.

Pada dasarnya, IF menstimulasi tubuh untuk beralih ke metabolisme lemak saat cadangan glukosa habis. Namun, RDIF memiliki keunikan: jendela makan terjadi di malam hari, memodifikasi ritme sirkadian seseorang. Menurut Dr. Fahmi Qureshi (peneliti di bidang metabolik), “Perubahan pola tidur dan jam makan memengaruhi regulasi hormon seperti insulin, kortisol, dan melatonin.” Tubuh cenderung memasuki fase ketosis ringan, menurunkan berat badan dan mengoptimalkan proses perbaikan sel (3).

Manfaat Kesehatan RDIF

1. Perbaikan Berat Badan dan Komposisi Tubuh

Studi menunjukkan bahwa RDIF dapat memperbaiki berat badan dan komposisi tubuh (4–6). Sebuah riset di PMCmenemukan bahwa subjek yang menjalani RDIF selama sebulan mengalami penurunan lemak tubuh signifikan tanpa kehilangan massa otot berlebihan. Mekanisme: Pembatasan waktu makan menurunkan asupan kalori total, sementara adaptasi metabolik menjaga protein otot. Namun, efek ini bersifat individual—tergantung pola makan saat iftar dan sahur.

2. Mengurangi Risiko Sindrom Metabolik

RDIF membantu mengurangi komplikasi sindrom metabolik (4). Sindrom metabolik meliputi obesitas sentral, resistensi insulin, hipertensi, dan dislipidemia. Ketika seseorang berpuasa di siang hari, tubuh mengoptimalkan sensitivitas insulin dan mengurangi kadar trigliserida. Sebuah meta-analisis di Frontiers in Nutrition (2022) melaporkan bahwa subjek dengan sindrom metabolik yang menerapkan RDIF mengalami perbaikan tekanan darah, lingkar pinggang, dan kolesterol HDL.

3. Meningkatkan Profil Lipid dan Faktor Kardiometabolik

Beberapa penelitian (7–10) menyebut RDIF mampu memperbaiki profil lipid (menurunkan LDL, meningkatkan HDL) dan menurunkan penanda inflamasi kardiometabolik. Studi Almadhi et al. (2021) menegaskan penurunan kadar CRP dan IL-6 pada subjek sehat yang berpuasa Ramadan. Dampaknya, risiko penyakit jantung koroner dan stroke pun menurun.

4. Memperbaiki Glukosa Homeostasis

Dalam populasi sehat, RDIF berhubungan dengan peningkatan homeostasis glukosa (11). Artinya, tubuh lebih efisien mengendalikan gula darah. Dr. Linda Surya, endokrinolog di Jakarta, menekankan bahwa “pasien pradiabetes bisa merasakan manfaat ini, asalkan pengaturan makan saat iftar dan sahur tetap seimbang, tidak berlebihan karbohidrat sederhana.”

5. Mengurangi Inflamasi dan Stres Oksidatif

RDIF dapat menurunkan penanda inflamasi dan stres oksidatif (10). Salah satu mekanisme utamanya adalah peningkatan enzim antioksidan dan penurunan radikal bebas selama fase puasa. Dalam studi Mohamed et al. (2020), pemantauan kadar malondialdehyde (MDA) dan superoksida dismutase (SOD) menunjukkan perbaikan signifikan pada akhir Ramadan. Polifenol dari kurma, sayur, dan buah yang dikonsumsi saat iftar juga berperan memperkuat efek anti-inflamasi.

6. Menyehatkan Fungsi Hati dan Regulasi Gen

Beberapa hasil riset (3, 12, 13) menyoroti peningkatan liver function tests dan modulasi ekspresi gen antioksidan selama RDIF. Artinya, tubuh “mengaktifkan” rangkaian gen perlindungan sel selama puasa. Sebagai contoh, gen-gen yang terlibat dalam anti-inflamasi dan ritme sirkadian (seperti BMAL1, CLOCK) diatur ulang mengikuti pola puasa. Hal ini menunjukkan potensi RDIF sebagai “reset metabolik” jangka pendek.

7. Efek pada Penderita Metabolik dan Tumor-Suppressor

Bagi penderita metabolic syndrome, RDIF bukan sekadar menurunkan berat badan. Studi (14) mengungkap bahwa RDIF dapat mengekspresikan tumor-suppressor protein lebih tinggi, sekaligus menurunkan ekspresi protein pemicu tumor. Meski belum dapat disimpulkan sebagai terapi kanker, hasil ini membuka jalan penelitian baru tentang “bagaimana puasa memengaruhi sel abnormal.”

Artikel di PMC9344887 menyoroti 15 artikel terpilih yang meneliti beragam aspek RDIF, mulai dari nutrisi hingga performa atlet. Berikut ringkasan beberapa studi menarik seperti:

  1. Shatila et al.: Membandingkan asupan makanan orang Lebanon selama Ramadan dan di luar Ramadan. Terdapat perbedaan signifikan pada 12 dari 19 kelompok makanan. Asupan sayur, buah kering, dan gula meningkat saat Ramadan. Nutrisi seperti karbohidrat, kalsium, dan vitamin C juga berubah. Artinya, RDIF menggeser pola makan harian.
  2. Riat et al.: Menganalisis hubungan gejala mood, kualitas hidup, dan parameter biologis (cortisol, BDNF, IGF-1, IL-8, MMP-9, myoglobin) pada 34 subjek dewasa sehat yang berpuasa. Hasilnya, kadar kortisol dan BDNF menurun setelah RDIF. Artinya, ada korelasi antara penurunan stres fisiologis dan perbaikan mood.
  3. Fekih et al.: Menguji efek mental imagery training pada atlet tenis remaja yang berpuasa. Kelompok eksperimen menunjukkan pengurangan kecemasan kognitif dan somatik, serta peningkatan rasa percaya diri selama Ramadan. Ini mengindikasikan pentingnya pendekatan psikologis bagi atlet yang menjalani RDIF.
  4. Al-Nawaiseh et al.: Mengukur performa pelari jarak jauh (15 orang) sebelum dan sesudah Ramadan. Meski asupan kalori menurun, VO2max dan time to exhaustion tetap stabil—bahkan sedikit meningkat. Ini menandakan bahwa RDIF tidak selalu menurunkan kinerja atletik, asalkan penyesuaian latihan dan nutrisi tepat.

 

Baca juga:

 

Implikasi untuk Atlet dan Populasi Khusus

  1. Atlet: Penurunan asupan karbohidrat atau kalori saat puasa dapat memengaruhi performa. Namun, studi di atas menegaskan kinerja bisa dipertahankan. Kuncinya: jadwal latihan yang disesuaikan, pemilihan nutrisi padat gizi saat sahur dan iftar, serta manajemen cairan.
  2. Penderita Diabetes: RDIF berpotensi menstabilkan gula darah, tapi harus dalam pengawasan medis. Penyesuaian dosis obat dan pemantauan gula darah diperlukan untuk mencegah hipoglikemia atau hiperglikemia ekstrem.
  3. Penyakit Kardiovaskular: RDIF dapat menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan inflamasi, tapi pasien dengan riwayat jantung serius perlu saran dokter. Risiko dehidrasi juga perlu diwaspadai.
  4. Penderita Kanker: Studi awal menunjukkan efek protektif RDIF lewat regulasi gen tumor-suppressor, tapi penelitian lebih lanjut masih diperlukan. Dokter onkologi mungkin mempertimbangkan RDIF sebagai pelengkap terapi, bukan pengganti.

Tantangan dan Arah Penelitian Masa Depan

Variabilitas Durasi: Waktu puasa 10–21 jam tergantung lokasi. Dampaknya pada ritme sirkadian dan asupan nutrisi bervariasi. Peneliti perlu studi lintas negara untuk memahami perbedaan ini.

Pola Makan Saat Berbuka: Asupan tinggi gula dan lemak jenuh dapat menetralkan manfaat RDIF. Edukasi gizi selama Ramadan penting, seperti yang diungkap Shatila et al. dalam penelitiannya.

Adaptasi Individu: Tidak semua orang merespons RDIF sama. Faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan status kesehatan memengaruhi hasil. Penelitian longitudinal dengan sampel besar dibutuhkan untuk menggali hal ini.

Aspek Psikologis: Pengaruh RDIF pada mood dan kecemasan masih belum sepenuhnya dipahami. Penelitian mendalam diperlukan untuk melihat bagaimana fluktuasi hormon memengaruhi stabilitas emosi.

Pemanfaatan Teknologi: Aplikasi pemantau gizi dan sensor biometrik dapat membantu peneliti dan masyarakat umum memantau asupan kalori, kualitas tidur, serta parameter fisiologis lain selama RDIF.

Rekomendasi Praktis Bagi Praktisi dan Masyarakat

  1. Konsultasi Medis: Penderita penyakit kronis (diabetes, jantung, kanker) sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum menjalani RDIF. Penyesuaian dosis obat mungkin diperlukan.
  2. Pengaturan Gizi: Hindari berlebihan gula atau lemak saat iftar. Perbanyak sayur, buah, protein sehat, dan karbohidrat kompleks. Minum air yang cukup di antara waktu berbuka hingga sahur.
  3. Jadwal Latihan: Bagi atlet, latihan intens sebaiknya dilakukan di waktu dekat berbuka atau beberapa jam setelahnya agar tidak dehidrasi. Manfaatkan “jendela makan” untuk pemulihan.
  4. Pantau Kondisi Tubuh: Gunakan timbangan, cek tekanan darah, dan pemantauan gula darah (bagi diabetesi) untuk memastikan kondisi tetap stabil. Jika terjadi gejala ekstrem seperti pusing atau lemas parah, pertimbangkan untuk mengakhiri puasa atau konsultasi medis.
  5. Peran Edukasi: Tenaga kesehatan, pelatih, dan tokoh masyarakat perlu memberikan informasi akurat tentang RDIF agar masyarakat bisa mempraktikkannya dengan aman.

RDIF Sebagai Model Intermittent Fasting yang Menjanjikan

Berdasarkan rangkuman penelitian dari National Library of Medicine (PMC) dan beragam studi lain, Ramadan Diurnal Intermittent Fasting (RDIF) bukan hanya tradisi spiritual, tetapi juga “model IF” terbesar di dunia yang terbukti punya segudang manfaat kesehatan. Mulai dari penurunan berat badan, perbaikan profil lipid, peningkatan sensitivitas insulin, hingga modulasi gen anti-inflamasi. Meski begitu, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab—terutama soal efek RDIF pada atlet elite, penderita penyakit kronis tertentu, dan kemungkinan perubahan epigenetik jangka panjang.

Dr. Fahmi Qureshi menekankan, “RDIF menawarkan laboratorium alamiah bagi ilmuwan. Jika kita memahami mekanismenya lebih dalam, kita dapat mengembangkan strategi puasa yang optimal bagi beragam populasi.” Sementara itu, bagi masyarakat umum, penerapan RDIF harus seimbang antara nutrisi sehat, hidrasi cukup, dan penyesuaian pola aktivitas.

RDIF bukan sekadar “menahan lapar dan dahaga,” melainkan kesempatan menata ulang metabolisme, memperkuat disiplin, dan meningkatkan kesehatan menyeluruh—selama dilakukan dengan bijak dan didukung pola makan berkualitas.***

Masih penasaran tentang detail penelitian lain seputar intermittent fasting, tips nutrisi saat Ramadan, atau cara menjaga performa olahraga selama puasa? Baca terus artikel-artikel kami di Metavora. Kami menyajikan ulasan ilmiah terbaru, panduan praktis, serta wawancara dengan pakar gizi dan kedokteran olahraga. Dapatkan informasi lengkap untuk memaksimalkan manfaat puasa dan mencapai gaya hidup sehat seutuhnya!

Tags: #Ramadan #IntermittentFasting #RDIF #Puasa #KesehatanMetabolik #Metavora #NationalLibraryOfMedicine #Kesehatan #Nutrisi #Diabetes #OlahragaPuasa #Atlet #ProfilLipid #SindromMetabolik