Idul Fitri
  • 28 Apr 2025

Kid Rock baru-baru ini menyatakan pendapat yang cukup unik tentang penampilan Kendrick Lamar di Super Bowl Halftime Show, sebuah pernyataan yang ia ungkapkan saat menjadi tamu di acara Real Time With Bill Maher.

Dalam kesempatan itu, Kid Rock juga mengaitkan kesuksesan penampilan Lamar dengan inisiatif DEI (Diversity, Equity, and Inclusion) yang ia yakini berperan besar di balik terpilihnya rapper peraih banyak penghargaan Grammy tersebut. Menurut Kid Rock, penampilan Lamar bukanlah sesuatu yang sesuai dengan seleranya, namun ia menekankan bahwa ia “harus menghormatinya” karena Lamar tampil apa adanya untuk para penggemar, meski mungkin mengecewakan sebagian orang. Kid Rock mengakui bahwa dirinya tumbuh dengan menyukai budaya hip-hop—mulai dari breakdance, DJ-ing, hingga graffiti—sehingga ia bisa memandang pertunjukan Lamar dari sudut pandang lebih terbuka ketimbang kebanyakan orang kulit putih, begitulah pengakuannya dalam percakapan dengan Maher.

Ia menuturkan bahwa Lamar figuratifnya datang ke panggung Super Bowl dengan “dua jari tengah di udara” seolah menyiratkan sikap tak peduli terhadap penilaian publik. Baginya, hal itu justru mengingatkannya pada bagaimana ia membangun kariernya sendiri, yaitu dengan gaya “apa adanya” dan tidak peduli opini orang lain. Kid Rock mengaku tidak menyukai sepenuhnya aksi Lamar, namun tetap memberikan penghormatan atas keberanian Lamar mengekspresikan diri di hadapan jutaan pasang mata. Mengutip data dari pihak penyelenggara, Super Bowl Halftime Show tersebut ditonton oleh 133,5 juta pemirsa, menjadikannya salah satu pertunjukan Halftime Show paling banyak disaksikan sepanjang masa.

Berbicara lebih jauh, Kid Rock juga menyoroti peran DEI di NFL (National Football League) yang menurutnya mengusung semangat keberagaman. Ia berspekulasi bahwa jika tidak ada kehebohan terkait Colin Kaepernick yang berlutut saat lagu kebangsaan, Lamar mungkin tidak akan didapuk sebagai penampil utama di Super Bowl. Ia secara blak-blakan mengklaim bahwa Lamar dan Jay-Z—yang diduga berperan dalam pemilihan bintang tamu Halftime Show—harusnya “mengirimkan kue Bundt, sekotak bir, dan catatan terima kasih beserta uang” kepada Kaepernick, sebab protes Kaepernicklah yang memicu NFL memperluas inisiatif DEI mereka. Maher sempat berusaha mengarahkan topik ke hal lain, namun Kid Rock masih ingin menekankan bahwa ini adalah “puncak dari DEI meledak” di panggung Super Bowl. Ia menggambarkan Halftime Show Lamar sebagai pertunjukan eksklusif bagi komunitas kulit hitam, sekaligus menyebutnya sebagai “Ibarat DEI yang diubah menjadi IED” dengan tawa lepas, sambil mengatakan bahwa ia menganggap hal itu “keren.”

Dalam perbincangan lanjutan, Kid Rock menyinggung perjalanan kariernya sendiri yang beberapa kali menimbulkan kontroversi. Ia sempat tampil mendukung pelantikan Donald Trump dan berkomentar bahwa sang mantan presiden adalah “salah satu pria terhebat yang pernah hidup” dan “mewakili ‘American Badass’ hanya dari cara jalannya.” Di acara Maher itu, ia kembali mengungkapkan pandangannya yang pro-Trump, namun mengingatkan bahwa ia pun pernah tampil di acara Barack Obama meski tidak memilihnya. Ia menegaskan bahwa setengah personel band-nya adalah liberal, gay, atau kulit hitam, dan menyebut inilah cerminan keberagaman sesungguhnya, bukan sekadar formalitas DEI. Baginya, mereka dipilih bukan karena kuota, melainkan karena keterampilan mereka.

 

Baca juga:

 

Terkait bagaimana Lamar bisa mendapatkan “tiket emas” tampil di Super Bowl, Kid Rock berspekulasi bahwa Jay-Z memegang peran kunci karena kerja sama NFL dengan Roc Nation. Meski Lamar adalah pemenang 22 Grammy, Kid Rock menilai jalur ke Halftime Show tetap tak terlepas dari dinamika politik dan inisiatif DEI. Ia bersikeras bahwa tanpa polemik Kaepernick, NFL mungkin tidak akan berani mengambil keputusan untuk menampilkan bintang hip-hop semacam Lamar. Data NFL menunjukkan bahwa inisiatif DEI mulai digalakkan setelah rangkaian protes sosial, sehingga wajar jika Kid Rock mengaitkan hal tersebut dengan kesempatan yang diterima Lamar. Walau begitu, banyak pihak menilai Lamar pantas mendapatkannya karena rekam jejak musiknya yang gemilang—tercatat, Lamar telah menempati puncak tangga lagu Billboard berkali-kali dan meraih lima Grammy hanya dalam satu tahun, termasuk Song of the Year dan Record of the Year.

Seiring obrolan bergeser, Kid Rock pun membahas topik lain seputar industri konser dan penjualan tiket. Ia menyinggung kebangkitan TICKET Act di Senat Amerika, sebuah rancangan undang-undang yang bertujuan membersihkan praktik penjualan tiket konser yang ia sebut “kacau balau.” Data dari sumber legislatif menyebutkan bahwa TICKET Act ini nyaris menjadi undang-undang pada 2024, namun gagal pada detik terakhir. Kini, upaya untuk menghidupkannya kembali sedang berlangsung, dengan ketentuan seperti pemberlakuan harga “all-in” agar konsumen tidak dibebani biaya tersembunyi, larangan penjualan tiket spekulatif, dan mewajibkan pengembalian uang untuk acara yang dibatalkan. Kid Rock menyebut sistem tiket saat ini “benar-benar kacau,” menilai pelanggan sering jadi korban biaya tambahan yang tidak transparan. Ia pun mengusulkan agar praktik penjualan tiket meniru beberapa negara Eropa, seperti Prancis, yang menetapkan batas harga jual kembali maksimal 10-15% di atas harga asli, sehingga scalping tak bisa merajalela. Meski Kid Rock bukan satu-satunya musisi yang vokal mengkritik sistem tiket konser, pandangannya menambah tekanan agar pemerintah segera menertibkan praktik penjualan tiket yang merugikan fans.

Sebagai penutup obrolan, Kid Rock mengonfirmasi rumor bahwa ia sedang mempersiapkan album gospel. Ia menyebut Rick Rubin, produser kenamaan yang sebelumnya menangani album Born Free (2010) yang sempat menduduki peringkat No. 5 di Billboard 200, akan terlibat. Kid Rock menegaskan bahwa ini masih di tahap awal, namun ia antusias mencoba sesuatu yang berbeda. Bagi penggemar, kabar ini menimbulkan rasa penasaran—mengingat Kid Rock selama ini identik dengan musik rock, country, dan hip-hop. Menurut data penjualan dari label rekaman, kolaborasi Kid Rock dan Rick Rubin kerap menghasilkan proyek yang cukup sukses di pasaran. Jika album gospel ini benar-benar terwujud, kemungkinan besar akan membawa warna baru dalam diskografi Kid Rock yang cukup beragam.

Secara keseluruhan, pernyataan Kid Rock mengenai Kendrick Lamar dan “DEI meledak” di panggung Super Bowl memperlihatkan kompleksitas industri musik dan politik identitas di era modern. Walau Kid Rock mengakui bahwa bukan seleranya, ia tetap “menghormati” Lamar karena sang rapper tampil tanpa kompromi, mengekspresikan budayanya. Kutipan David, seorang pengamat budaya pop, menyoroti bahwa “pernyataan Kid Rock menunjukkan bagaimana isu keragaman meresap ke dalam industri hiburan, memicu reaksi beragam dari musisi yang berbeda latar belakang.” Fenomena ini menandakan perubahan lanskap hiburan yang mengarah ke inklusivitas, sementara musisi seperti Kid Rock beradaptasi dengan cara mereka sendiri, terkadang penuh kontroversi.

Pada akhirnya, Lamar sendiri terus menorehkan prestasi dengan musiknya, terlepas dari spekulasi bahwa penampilannya di Super Bowl terjadi karena inisiatif DEI NFL. Ia merupakan pemenang 22 Grammy dan kerap menguasai tangga lagu Billboard. Menurut catatan Nielsen Music, penampilan di Super Bowl Halftime Show biasanya mendongkrak streaming dan penjualan artis bersangkutan, dan Lamar tidak terkecuali. Walaupun Kid Rock menilai hal itu tidak akan terjadi tanpa dorongan kebijakan, kenyataan bahwa Lamar memiliki basis penggemar luas dan karya yang diakui secara kritis membuktikan bahwa ia pantas mendapatkan panggung terbesar di dunia olahraga Amerika.

Dalam konteks penjualan tiket konser, pembaruan TICKET Act mungkin akan menjadi game-changer jika akhirnya disahkan, sehingga para musisi dan penggemar tak lagi terbebani biaya tersembunyi. Bagi Kid Rock yang pernah menyuarakan dukungannya kepada Trump, isu penjualan tiket pun bersinggungan dengan nilai “keadilan konsumen” yang ia klaim sebagai bagian dari semangat “American Badass.” Terlepas dari perbedaan ideologi dan gaya bermusik, Kid Rock dan Lamar sama-sama menempuh jalur unik mereka di industri hiburan. Mereka membuktikan bahwa di tengah perdebatan sosial dan politik, musik masih menjadi medium ekspresi yang kuat—di mana pendengar bebas menilai, menentang, atau justru merayakan perbedaan.***

 

Bagi Anda yang ingin terus mengikuti berita dan analisis terbaru seputar musik, kebijakan, dan tren budaya pop, baca terus artikel-artikel menarik lainnya di Metavora.co.

Via Rahmah

White Rabbit, 'and that's the jury-box,' thought Alice, 'as all the rest, Between yourself and.