Idul Fitri
  • 28 Apr 2025

Kisah Epik Saur Sepuh, sandiwara radio legendaris karya almarhum Niki Kosasih. Ikuti perjalanan Brama Kumbara di Madangkara, lengkap dengan kisah cinta, peperangan, dan intrik yang mendalam.

Di era keemasan radio pada dasawarsa 1980-an, Saur Sepuh muncul sebagai sandiwara radio legendaris yang merebut hati jutaan pendengar di seluruh nusantara. Karya asli dari almarhum Niki Kosasih ini mengisahkan perjalanan seorang pendekar sakti, Brama Kumbara, yang kelak menjadi raja di kerajaan Madangkara di wilayah selatan. Dengan latar belakang masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Majapahit, Saur Sepuh tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan menginspirasi melalui nilai-nilai moral, sejarah, dan budaya. Artikel ini akan menyelami kisah, sejarah, dan latar belakang Saur Sepuh—serta menelusuri perjalanan epik Brama Kumbara, tokoh-tokoh pendukung, dan pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Saur Sepuh merupakan sandiwara radio yang menjadi legenda terbesar di Indonesia. Diciptakan oleh almarhum Niki Kosasih, karya ini mengambil latar masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, zaman kejayaan kerajaan Hindu-Buddha Majapahit. Pada masa itu, radio adalah satu-satunya media hiburan yang dapat menyatukan pendengar di pelosok negeri. Masyarakat berkumpul ke rumah tetangga yang memiliki radio untuk mendengarkan kisah epik yang sarat dengan nilai keberanian, cinta, intrik, dan pengorbanan.

Brama Kumbara, Sang Tokoh Utama Legenda Saur Sepuh

Brama Kumbara adalah tokoh sentral dalam Saur Sepuh, seorang pendekar sakti yang akhirnya diangkat menjadi raja Madangkara. Ia adalah murid dari Ki Astagina dan memiliki berbagai ajian sakti, antara lain gelang-gelang, Serat Jiwa, Ilmu Lampah Lumpuh, dan Ilmu Cipta Dewi. Dalam sandiwara ini, suara Brama sempat diisi oleh Ferry Fadly, dan dalam adaptasi film, ia diperankan oleh Fendi Pradana. Karakter Brama digambarkan gagah, tampan, karismatik, serta penuh integritas dan keberanian.

Kisah Brama Kumbara mengisahkan perjalanan heroik penuh perjuangan dan pengorbanan. Setiap tantangan, mulai dari pertempuran hingga intrik politik, mengasah karakter Brama dan menegaskan pesan bahwa kemenangan sejati diperoleh melalui pengorbanan demi kebenaran. Perjalanan ini juga menjadi cermin dari nilai-nilai moral yang mendalam yang ingin disampaikan oleh Saur Sepuh.

Tokoh-Tokoh Utama lainnya dan Pendukung dalam Saur Sepuh

Saur Sepuh menyuguhkan rangkaian karakter yang kompleks dan berwarna, mulai dari tokoh utama hingga pendukung yang turut memperkaya alur cerita.

Tokoh Utama

Brama Kumbara
Pahlawan sakti yang memimpin perjuangan dan akhirnya menjadi raja Madangkara. Ia melambangkan keberanian, integritas, dan keikhlasan dalam setiap aksinya.

Dewi Harnum
Istri pertama Brama Kumbara, sosok wanita muda jelita asal Kerajaan Niskala. Dia adalah pendamping setia dalam pertempuran serta saksi perjuangan melawan musuh bebuyutan Brama.

Paramita
Istri kedua Brama Kumbara, seorang janda dengan dua anak, Raden Bentar dan Garnis Waningyun. Kehadirannya menyuntikkan dinamika cinta dan intrik, menambah lapisan konflik mendalam dalam kisah asmara.

Tokoh Pendukung Utama

Mantili
Adik Brama Kumbara yang memiliki kekuatan melalui pedang setan—yang menghasilkan asap beracun—dan pedang perak yang mampu membutakan mata. Meski sering terlibat konflik dengan musuh bebuyutannya, Lasmini, Mantili tetap menunjukkan semangat juang yang tinggi.

Raden Samba
Tokoh dengan hubungan rumit bersama Mantili. Walaupun cintanya kepada Mantili sejati, pernikahannya dengan wanita lain menciptakan ketidakharmonisan, sehingga menjadi sumber konflik dan dendam yang signifikan.

Lasmini
Wanita penggoda yang menguasai Ilmu Cipta Dewa dan menjadi musuh bebuyutan Mantili. Dendamnya terhadap Brama Kumbara, yang muncul akibat cinta yang tidak terbalaskan, menambah intrik dalam kisah asmara yang kompleks.

Bongkeng dan Merit
Karakter pendukung yang memberikan warna tersendiri melalui keunikan masing-masing. Mereka menyisipkan unsur humor dan kearifan lokal yang menyegarkan dalam narasi cerita.

Patih Gotawa
Suami Mantili yang memainkan peran penting dalam dinamika keluarga dan intrik politik di dalam cerita, memberikan lapisan konflik yang menarik.

Raden Bentar
Anak tiri Brama Kumbara sekaligus generasi kedua Saur Sepuh, putra Senopati Sadeng dan Dewi Pramitha. Ia merupakan simbol kesinambungan perjuangan dan harapan baru bagi kerajaan.

Garnis Waningyun
Kakak kandung Raden Bentar yang turut berjuang mempertahankan Madangkara dari ancaman gerogotan orang-orang Kuntala. Peranannya menekankan pentingnya ikatan keluarga dalam menghadapi tantangan.

Raden Wanapati
Putra Mahkota Madangkara yang menggantikan Brama Kumbara, membawa gejolak karena adanya ketidakpuasan antara kaum muda dan kaum tua dalam masyarakat kerajaan.

Raden Paksi Jaladara
Putra Mantili dan Patih Gotawa yang mewarisi semangat perjuangan. Ia menjadi simbol keberanian dan integritas dalam menghadapi berbagai konflik.

Dewi Anjani
Anak Lasmini yang memiliki kemiripan mencolok dengan ibunya. Hubungan asmaranya dengan Raden Bentar menambah lapisan intrik romantis di tengah konflik keluarga.

Tokoh Pendukung Tambahan

Kakek Astagina
Guru bijaksana yang memberikan petuah dan ilmu dasar ajian serta kekuatan Brama Kumbara. Sosoknya melambangkan kearifan leluhur yang terus hidup dalam setiap tindakan para pejuang.

Raden Bentar (Generasi Kedua)
Mewakili kesinambungan tradisi dan harapan baru di era penerus, tokoh ini menghubungkan nilai-nilai lama dengan semangat modern, sekaligus memperkuat identitas budaya kerajaan.

Raden Bentar (Versi Pendukung)
Dalam beberapa narasi, karakter ini juga muncul sebagai sosok pendukung yang menambah kompleksitas hubungan antar generasi, memberikan perspektif yang lebih mendalam tentang nilai-nilai keluarga.

Tokoh-Tokoh Lainnya
Berbagai karakter tambahan hadir untuk melengkapi narasi, masing-masing menampilkan konflik, intrik, dan nilai moral yang mendalam. Mereka turut membentuk judul-judul episode yang menggugah seperti "Darah Biru," "Perjalanan Berdarah," "Singgasana Berdarah," "Banjir Darah di Bubat," "Sastrawan Jamparing," dan lainnya, menambah kekayaan cerita yang penuh emosi dan makna.

 

Perjalanan Epik yang Penuh Romansa, Peperangan, dan Intrik

Di tengah medan pertempuran dan intrik politik, Brama Kumbara menjalin hubungan asmara yang rumit dan mendalam. Ia pernah jatuh cinta pada Putri Dori dalam perjalanan di Ankara, namun cinta pertamanya berakhir tragis dalam pertempuran. Kemudian, cintanya berkembang bersama Dewi Harnum, pendamping setia yang selalu ada dalam setiap langkah perjuangannya. Hubungan Brama dengan Dewi Harnum, ditambah konflik asmara dengan Paramita dan intrik yang melibatkan Dewi Anjani serta Lasmini, memberikan nuansa romantis yang menggetarkan hati dan menegaskan bahwa cinta sejati adalah sumber kekuatan yang abadi.

Pertempuran dalam Saur Sepuh diwarnai dengan aksi heroik yang luar biasa. Brama Kumbara, bersama dengan Panglima Satria, Raden Arga, dan para prajurit setia, memimpin pertempuran dengan strategi jitu dan keberanian yang membara. Setiap adegan peperangan tidak hanya menampilkan kekuatan fisik, tetapi juga menekankan pentingnya integritas dan pengorbanan dalam mencapai kemenangan. Pertempuran ini menggambarkan konflik antara kebenaran dan kezaliman, di mana setiap pengorbanan mengandung pelajaran moral yang mendalam.

Di balik gemuruh pertempuran, intrik politik dan pengkhianatan menyelinap, menambah lapisan kompleksitas cerita. Raja Adipati dan Patih Kamak berusaha merebut kekuasaan melalui tipu daya, sementara tokoh-tokoh seperti Raden Bentar (versi pendukung) dan tokoh tambahan seperti Kakek Astagina, Raden Bentar (generasi kedua), serta Mantili, menghadirkan konflik internal yang menguji kesetiaan dan integritas Brama. Intrik ini mengajarkan bahwa dalam dunia yang penuh konflik, kejujuran dan integritas adalah kunci untuk mempertahankan keadilan dan kebenaran.

Pesan Moral dan Filosofi dalam Saur Sepuh

Saur Sepuh mengajarkan bahwa keberanian sejati tercermin dari kemampuan untuk mengorbankan diri demi kebaikan bersama. Brama Kumbara menjadi teladan bahwa pahlawan sejati tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, melainkan juga harus memiliki hati yang tulus, integritas yang tinggi, dan kesiapan untuk berkorban demi menegakkan keadilan.

Kisah asmara antara Brama dan Dewi Harnum, serta dinamika cinta lainnya, mengajarkan bahwa cinta sejati adalah kekuatan yang mampu mengalahkan segala rintangan. Dalam setiap konflik dan intrik, cinta yang tulus menjadi sumber harapan yang menguatkan, menjadikan setiap perjuangan tidak hanya tentang peperangan, tetapi juga tentang penyatuan hati dan jiwa.

Di tengah intrik politik dan pengkhianatan, pesan moral yang disampaikan adalah pentingnya menjaga integritas dan kejujuran. Setiap keputusan yang diambil oleh Brama, meskipun harus melalui jalan yang berliku, selalu didasari oleh prinsip kebenaran. Ini mengingatkan kita bahwa hanya dengan integritas yang kuat, kebenaran dan keadilan akan selalu menang.

 

Dari Radio Drama ke Adaptasi Film

Pada awalnya, Saur Sepuh disiarkan sebagai sandiwara radio yang memukau dengan narasi dan imajinasi. Dengan durasi 30 menit per episode dan diselingi iklan obat-obatan dari Kalbe Farma, radio drama ini berhasil menarik jutaan pendengar di seluruh nusantara. Format ini memberi ruang bagi pendengar untuk membayangkan setiap adegan dan karakter, menciptakan pengalaman mendalam yang menyatu dengan budaya masyarakat.

Adaptasi film dari Saur Sepuh membawa cerita ke dunia visual dengan sinematografi yang memukau. Film ini memadukan elemen aksi, drama, dan intrik yang sama dengan versi radio, namun dengan tambahan dimensi visual yang membuat kisah Brama Kumbara dan kawan-kawannya semakin hidup. Adaptasi film ini berhasil menjembatani generasi lama dan baru, memastikan bahwa nilai-nilai dan pesan moral dalam cerita tetap relevan dan menginspirasi.

Mendiang Niki Kosasih menciptakan Saur Sepuh dengan tujuan untuk melestarikan cerita rakyat dan nilai-nilai luhur yang telah menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia. Karya ini mengangkat kisah epik yang berlatar kerajaan Madangkara, menghubungkan masa lalu dengan masa depan, dan menginspirasi generasi untuk mencintai serta menjaga warisan budaya yang kaya.

Saur Sepuh dirancang sebagai media edukatif yang menyampaikan pelajaran moral melalui cerita yang menghibur. Melalui sandiwara radio dan adaptasi film, karya ini mengajarkan tentang keberanian, integritas, cinta sejati, dan pentingnya pengorbanan. Pesan-pesan moral yang disampaikan dimaksudkan untuk membentuk karakter dan membangkitkan semangat nasionalisme, sehingga penonton tidak hanya terhibur, tetapi juga terinspirasi.

Karya ini juga merupakan contoh inovasi dalam mengadaptasi cerita tradisional ke dalam format modern. Dengan menggabungkan keunggulan radio drama dengan kekuatan visual film, Saur Sepuh menunjukkan bahwa kisah-kisah klasik yang kaya akan nilai budaya dapat terus hidup dan relevan di era digital, tanpa kehilangan esensi aslinya.

 

Romantisme, Peperangan, dan Intrik: Narasi yang Menggetarkan Hati

Romansa Brama dan Dewi Harnum

Cinta antara Brama Kumbara dan Dewi Harnum menjadi inti emosional yang menyatukan semua elemen cerita. Di tengah intrik politik dan peperangan, asmara mereka tumbuh dengan pertemuan rahasia, janji setia, dan momen-momen haru yang mengajarkan bahwa cinta sejati adalah sumber kekuatan yang mampu menaklukkan segala rintangan.

Peperangan Epik dan Strategi Kepahlawanan

Adegan pertempuran dalam Saur Sepuh menampilkan aksi heroik Brama Kumbara bersama Panglima Satria, Raden Arga, dan prajurit setia. Setiap pertempuran bukan hanya tentang aksi fisik, tetapi juga ujian moral di mana pengorbanan dan integritas diuji. Peperangan ini menjadi simbol perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Intrik Politik dan Pengkhianatan

Intrik dan konflik dalam cerita diwarnai oleh upaya merebut kekuasaan oleh Raja Adipati dan Patih Kamak. Tokoh-tokoh tambahan seperti Raden Bentar (generasi kedua), Kakek Astagina, Raden Bentar (versi pendukung), serta Mantili dan Lasmini, menambah kompleksitas narasi. Konflik ini mengajarkan bahwa kejujuran dan integritas harus selalu dijaga meski dalam menghadapi tipu daya dan pengkhianatan.

Saur Sepuh bukan hanya sekadar sandiwara radio atau film epik; ia adalah perjalanan budaya yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan. Melalui Brama Kumbara dan rangkaian tokoh legendaris—mulai dari Dewi Harnum, Paramita, Mantili, hingga Kakek Astagina, Raden Bentar, dan tokoh-tokoh pendukung lainnya—kisah ini menyampaikan pesan tentang keberanian, cinta sejati, integritas, dan pengorbanan.
Mari kita terus lestarikan dan rayakan kisah epik ini sebagai sumber inspirasi untuk membangun masa depan yang penuh harapan, keadilan, dan cinta. Semoga nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Saur Sepuh senantiasa hidup dalam setiap jiwa dan menjadi pendorong untuk terus mencintai serta menjaga warisan budaya bangsa.***

"Jadilah bagian dari legenda yang hidup. Bagikan kisah Saur Sepuh dan biarkan inspirasi Brama Kumbara serta nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya menyalakan semangat keberanian, cinta sejati, dan integritas dalam hidup Anda. Teruslah membaca Metavora untuk kisah epik dan wawasan mendalam tentang budaya Indonesia yang tak lekang oleh waktu!"

Fathurrahman Mohamad

As she said to the fifth bend, I think?' 'I had NOT!' cried the Gryphon. 'It all came different!'.